Kamis, 16 Juli 2009

Hiperemesis gravidarum

Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah yang berlebihan selama masa hamil, tidak seperti morning sickness yang biasa dan bisa menyebabkan dehidrasi dan kelaparan.

Hiperemesis gravidarum adalah mual muntah yang berlebihan pada wanita hamil sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari dan keadaan umum menjadi buruk.

Batas antara mual dan muntah dalam kehamilan yang masih fisiologik dengan hiperemesis gravidarum tidak jelas, akan tetapi muntah yang menimbulkan gangguan kehidupan sehari-hari dan dehidrasi memberikan petunjuk bahwa wanita hamil telah memerlukan perawatan yang intensif.

Hiperemesis gravidarum, menurut berat ringannya gejala dapat dibagai kedalam 3 tingkatan.

1. Tingkatan I. Ringan

Muntah terus-menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita, ibu merasa lemah, nafsu makan tidak ada, berat badan tidak ada, berat badan menurun dan nyeri epigastrium. Nadi meningkat sekitar 100 per menit, tekanan darah sistolik menurun, turgor kulit mengurang, lidah mengering dan mata cekung.

2. Tingkat II. Sedang

Penderita tampak lebih lemah dan apatis, turgor kulit lebih mengurang lidah mengering dan tampak kotor, nadi kecil dan cepat, suhu kadang-kadang naik dan mata sedikit ikteris. Berat badan turun dan mata cekung, tensi turun, hemokonsentrasi, oliguria dan konstipasi. Aseton dapat tercium dalam hawa pernapasan, karena mempunyai aroma yang khas dan dapat pula ditemukan dalam kencing.

3. Tingkat III. Berat

Keadaan umum lebih parah, muntah berhenti, kesadaran menurun dari somnolen sampai koma, nadi kecil dan cepat, suhu meningkat dan tensi menurun. Komplikasi fatal terjadi pada susunan saraf yang dikenal sebagai ensefalopati Wernicke, dengan gejala nistagmus, diplopia dan perubahan mental. Keadaan ini adalah akibat sangat kekurangan zat makanan, termasuk vitamin B komplek. Timbulnya ikterus menunjukkan adanya payah hati.

Etiologi

Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti. Tidak ada bukti bahwa penyakit ini belum diketahui secara pasti. Tidak ada bukti bahwa penyakit ini disebabkan oleh faktor toksik juga tidak ditemukan kelainan biokimia, perubahan-perubahan natomik yang terjadi pada otak, jantung, hati dan susunan syaraf, disebabkan oleh kekurangan vitamin serta zat-zat lain akibat kelemahan tubuh karena tidak makan dan minum (Anonim, 2009).

Beberapa faktor predisposisi dan faktor lain yang telah ditemukan oleh beberapa sebagai berikut:

1. Faktor predisposisi yang sering dikemukakan adalah primigravida, mola hidatidosa dan kehamilan ganda. Frekuensi yang tinggi pada mola hidatidosa dan kehamilan ganda menimbulkan dugaan bahwa faktor hormon memegang peranan karena pada kedua keadaan tersebut hormon khorionik gonadotropin dibentuk berlebihan.

2. Masuknya vili khorialis dalam sirkulasi meternal dan perubahan metabolik akibat hamil serta resistensi yang menurun dari pihak ibu terhadap perubahan ini merupakan faktor organik.

3. Alergi, sebagai salah satu respon dari jaringan ibu terhadap anak, juga disebut sebagai salah satu faktor organik

4. Faktor psikologik memegang peranan yang penting pada penyakit ini, rumah tangga yang retak, kehilangan pekerjaan, takut akan kehamilan dan persalinan, takut terhadap tanggung jawab sebagai ibu, dapat menyebabkan konflik mental yang dapat memperberat mual dan muntah sebagai ekspresi tidak sadar terhadap keengganan menjadi hamil atau sebagai pelarian kesukaran hidup.

Patologi

Bedah mayat pada mayat wanita yang meninggal karena hiperemesis gravidarum menunjukkan kelainan-kelainan pada berbagai alat dalam tubuh, yang juga dapat ditemukan pada malnutrisi oleh beberapa macam sebab.

1. Hati. Tampak degenerasi lemak tanpa nekrosis yang terletak sentrilobuler, kelainan ini nampaknya tidak menyebabkan kematian dan dianggap sebagai akibat muntah yang terus-menerus. Tetapi separuh penderita yang meninggal karena hiperemesis gravidarum menunjukkan gambaran mikroskopik hati yang normal.

2. Jantung. Menjadi tampak lebih kecil daripada biasanya dan beratnya atrofi dan sejalan dengan lamanya penyakit, kadang-kadang ditemukan perdarahan sub-endokardial.

3. Otak. Dapat ditemukan ensefalopati Wernicke yaitu dilatasi kapiler dan perdarahan kecil–kecil didaerah korpora mamilaria ventrikel ketiga dan keeempat.

4. Ginjal. Tampak pucat dan degenerasi lemak dapat ditemukan pada tubuli kontorti.

Patofisiologi

Ada yang menyatakan bahwa perasaan mual adalah akibat dari meningkatnya kadar estrogen, oleh karena keluhan ini terjadi pada trisemester pertama. Pengaruh fisiologik hormon estrogen ini tidak jelas, mungkin berasal dari sistem saraf pusat akibat berkurangnya pengosongan lambung. Penyesuaian terjadi pada kebanyakan wanita hamil, meskipun demikian mual dan muntah dapat berlangsung berbulan-bulan (Anonim, 2009).

Hiperemesis geavidarum yang merupakan komplikasi mual dan muntah pada hamil muda, bila terjadi terus-menerus dapat menyebabkan dehidrasi dan tidak imbangnya elektrolit dengan alkolosis hipokloremik. Belum jelas mengapa gejala-gejala ini hanya terjadi pada sebagian kecil wanita, tetapi faktor psikologik merupakan faktor utama, disamping pengaruh hormonal. Yang jelas, wanita yang sebelum kehamilan sudah menderita lambung spastik dengan gejala tidak suka makan dan mual, akan mengalami emesis gravidarum yang lebih berat.

Hiperemesis gravidarum ini dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi lemak yang tidak sempurna, terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam aseton-asetik, asam hidroksibutirik dan aseton dalam darah. Kekurangan cairan yang diminum dan kehilangan cairan karena muntah menyebabkan dehidrasi, sehingga cairan ekstraseluler dan plasma berkurang. Natrium dan khlorida darah turun, demikian pula khlorida air kemih. Selain itu dehidrasi menyebabkan hemokonsentrasi, sehingga aliran darah ke jaringan berkurang. Hal ini menyebabkan jumlah zat makanan dan oksigen ke jaringan mengurang pula dan tertimbunnya zat metabolik yang toksik. Kekurangan kalium sebagai akibat dari muntah dan bertambahnya ekskresi lewat ginjal, menambah frekuensi muntah-muntah yang lebih banyak, dapat merusak hati dan terjadilah lingkaran setan yang sulit dipatahkan. Disamping dehidrasi dan terganggunya keseimbangan elektrolit, dapat terjadi robekan pada selaput lendir esofagus dan lambung (Sindrom Mallory-Weiss), dengan akibat perdarahan gastrointestinal. Pada umumnya robekan ini ringan dan perdarahan dapat berhenti sendiri. Jarang sampai diperlukan transfusi atau tindakan operatif.

Diagnosis

Diagnosis hiperemesis gravidarum biasanya tidak sukar. Harus ditentukan adanya kehamilan muda dan muntah yang terus-menerus, sehingga mempengaruhi keadaan. Namun demikian harus dipikirkan kehamilam muda dengan penyakit pielonefritis, hepatitis, ulkus ventrikuli dan tumor serebri yang dapat pula memberikan gejala muntah.

Pencegahan

Pencegahan terhadap hiperemesis gravidarum perlu dilaksananakan dengan jalan memberikan penerangan tentang kehamilan dan persalinan sebagai suatu proses yang fisiologik, memberikan keyakinan bahwa mual dan kadang-kadang muntah merupakan gejala yang fisiologik pada kehamilan muda dan akan hilang setelah kehamilan 4 bulan, menganjurkan mengubah makanan sehari-hari dengan makanan dalam jumlah kecil, tetapi lebih sering. Waktu bangun pagi jangan segera turun dari tempat tidur, tetapi dianjurakan untuk makan roti keringatau biskuit dengan teh hangat. Makanan yang berminyak dan berbau lemak sebaiknya dihindarkan. Makanan dan minuman seyogyanya disajikan dalam keadaan panas atau`sangat dingin. Defekasi yang teratur hendaknya dapat dijamin, menghindarkan kekurangan karbohidrat merupakan faktor yang penting, oleh karenanya dianjurkan makanan yang banyak mengandung gula (Yusni, 2009).

Terapi

1. Obat-obatan. Apabila dengan cara tersebut di atas keluhan dan gejala tidak mengurang maka diperlukan pengobatan. Sedativa yang sering diberikan adalah pohenobarbital, vitamin yang dianjurakan yaitu vitamin B1 dan B6, antihistaminika juga dianjurakn Pada keadaan lebih berat diberikan antimimetik seperti disklomin hidrokhloride, avomin.

2. Isolasi. Dilakukan dalam kamar yang tenang cerah dan peradaran udara yang baik hanya dokter dan perawat yang boleh keluar masuk kamar sampai muntah berhenti dan pasien mau makan. Catat cairan yang masuk dan keluar dan tidak diberikan makan dan minum dan selama 24 jam. Kadang-kadang dengan isolasi saja gejala-gejala akan berkurang atau hilanhiperemesis gravidarum tanpa pengobatan

3. Terapi psikologik

Perlu diyakinkan kepada penderita bahwa penyakit dapat disembuhkan, hilangkan rasa takut oleh karena kehamilan, kurangi pekerjaan serta menghilangkan masalah dan konflik, yang kiranya dapat menjadi latar belakang penyakit ini.

4. Cairan parenteral

Berikan cairan parenteral yang cukup elektrolit, karbohidrat dan protein dengan glukose 5% dalam cairan fisiologis sebanyak 2-3 liter sehari. Bila perlu dapat ditambah kalium dan vitamin, khususnya vitamin B komplek dan vitamin C dan bila ada kekurangan protein, dapat diberikan pula asam amino secara intra vena.

Dibuat daftar kontrol cairan yang masuk dan yang dikeluarkan. Air kencing perlu diperiksa sehari-hari terhadap protein, aseton, khlorida dan bilirubin. Suhu dan nadi diperiksa setiap 4 jam dan tekanan darah 3 kali sehari. Dilakukan pemeriksaan hematokrit pada permulaan dan seterusnya menurut keperluan. Bila selama 24 jam penderita tidak muntah dan keadaan umum bertambah baik dapat dicoba untuk diberikan minuman, dan lambat laun minuman dapat ditambah dengan makanan yang tidak cair. Dengan penanganan diatas, pada umumnya gejala-gejala akan berkurang dan keadaan akan bertambah baik.

5. Penghentian kehamilan

Pada sebagian kecil kasus keadaan tidak menjadi baik, bahkan mundur. Usahakan mengadakan pemeriksaan medik dan psikiatrik jika memburuk. Delirium, kebutaan, takikardi, ikterus, anuria dan perdarahan merupakam manifestasi komplikasi organik. Dalam keadaan demikian perlu dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan. Keputusan untuk melakukan abortus terapuetik sering sulit diambil, oleh karena disatu pihak tidak boleh silakukan terlalu cepat, tetapi dilain pihak tidak boleh menunggu sampai terjadi gejala irreversibel pada organ vital.

Diet

a) Diet hiperemesis I diberikan pada hiperemesis tingkat III.

Makanan hanya berupa rod kering dan buah-buahan. Cairan tidak diberikan bersama makanan tetapi 1 — 2 jam sesudahnya. Makanan ini kurang dalam semua zat - zat gizi, kecuali vitamin C, karena itu hanya diberikan selama beberapa hari.

b) Diet hiperemesis II diberikan bila rasa mual dan muntah berkurang.

Secara berangsur mulai diberikan makanan yang bernilai gizi linggi. Minuman tidak diberikan bersama makanan . Makanan ini rendah dalam semua zat-zal gizi kecuali vitamin A dan D.

c) Diet hiperemesis III diberikan kepada penderita dengan hiperemesis ringan.

Menurut kesanggupan penderita minuman boleh diberikan bersama makanan. Makanan ini cukup dalam semua zat gizi kecuali Kalsium.

Apa itu penyakit tukak lambung????

Lambung terdiri atas 4 lapisan. Berturut-turut dari luar ke dalam, lambung dilapisi selubung serosa, otot polos (longitudinal, sirkular, dan diagonal), lapisan sub mukosa, serta lapisan mukosa. Lambung menerima makanan dari kerongkongan. Di dalam lambung makanan selain dicerna secara mekanik., juga dicerna secara kimiawi dengan melibatkan berbagai macam enzim. Gerakan peristaltik berjalan berulang-ulang sehingga makanan akan terus dihancurkan sampai terbentuk bubur kim (Pearce 2002).

Fungsi lambung sebagai fungsi motoris adalah:

1. Fungsi reservoir, menyimpan makanan sampai makanan tersebut sedikit demi sedikit dicerna dan bergerak pada saluran cerna.

2. Fungsi mencampur. Memecah makanan menjadi halus dan mencampurnya dengan getah lambung melalui kontraksi otot yang meliputinya.

3. Fungsi pengosongan lambung. Diatur oleh pembukaan sfingter pilorus, yang diatur oleh viskositas, volume, keasaman, aktivitas osmosis, keadaan fisik, serta oleh emosi, obat- obatan, dan kerja. Pengosongan lambung diatur oleh faktor saraf dan hormonal.

Fungsi lambung sebagai fungsi sekresi dan pencernaan adalah:

1. Mencernakan protein oleh pepsin dan HCl, pati oleh amilase, dan lemak oleh lipase

2. Sintesis dan pengeluaran gastrin

3. Sekresi faktor intrinsik memungkinkan absorpsi vitamin B12 dari usus halus bagian distal

4. Sekresi mukus, sebagai pelindung lambung dan pelumasan makanan agar mudah ditranspor

Tukak lambung atau Peptic Ulcer Disease (PUD) dapat diartikan sebagai luka pada lambung atau usus duodenum karena terjadi ketidakseimbangan antara faktor agresif seperti sekresi asam lambung, pepsin dan infeksi bakteri Helicobacter pylori dengan faktor defensif atau faktor pelindung mukosa seperti produksi prostaglandin, gastric mucus, bikarbonat dan aliran darah mukosa. Singkatnya, tukak lambung merupakan suatu penyakit pada saluran pencernaan yang ditunjukkan dengan terjadinya kerusakan mukosa lambung bisa karena sekresi asam lambung berlebih, infeksi H. pylori, maupun produksi prostaglandin yang berkurang. Dari namanya, tukak lambung biasa terjadi di perut (lambung) dan usus duodenum proximal. Meskipun angka kejadiannya sedikit, tukak lambung dapat terjadi di esofagus bagian bawah, duodenum distal atau jejunum.

Penyebab

Etiologi ulkus peptikum kurang dipahami, meskipun bakteri gram negatif H. Pylori telah sangat diyakini sebagai factor penyebab. Diketahui bahwa ulkus peptik terjadi hanya pada area saluran GI yang terpajan pada asam hidrochlorida dan pepsin. Penyakit ini terjadi dengan frekuensi paling besar pada individu antara usia 40 dan 60 tahun. Tetapi, relatif jarang pada wanita menyusui, meskipun ini telah diobservasi pada anak-anak dan bahkan pada bayi. Pria terkenal lebih sering daripada wanita, tapi terdapat beberapa bukti bahwa insiden pada wanita hampir sama dengan pria. Setelah menopause, insiden ulkus peptikum pada wanita hampir sama dengan pria. Ulkus peptikum pada korpus lambung dapat terjadi tanpa sekresi asam berlebihan (Guyton 1996).Upaya masih dilakukan untuk menghilangkan kepribadian ulkus. Beberapa pendapat mengatakan stress atau marah yang tidak diekspresikan adalah factor predisposisi. Ulkus nampak terjadi pada orang yang cenderung emosional, tetapi apakah ini factor pemberat kondisi, masih tidak pasti. Kecenderungan keluarga yang juga tampak sebagai factor predisposisi signifikan. Hubungan herediter selanjutnya ditemukan pada individu dengan golongan darah lebih rentan daripada individu dengan golongan darah A, B, atau AB. Factor predisposisi lain yang juga dihubungkan dengan ulkus peptikum mencakup penggunaan kronis obat antiinflamasi non steroid(NSAID). Minum alkohol dan merokok berlebihan. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa ulkus lambung dapat dihubungkan dengan infeksi bakteri dengan agens seperti H. Pylori. Adanya bakteri ini meningkat sesuai dengan usia. Ulkus karena jumlah hormon gastrin yang berlebihan, yang diproduksi oleh tumor(gastrinomas-sindrom zolinger-ellison)jarang terjadi. Ulkus stress dapat terjadi pada pasien yang terpajan kondisi penuh stress (Guyton 1996).

Gejala

Secara umum, gejala tukak lambung yang dialami sama seperti yang sudah dijelaskan di atas antara lain rasa panas pada perut, sebah, mual, tidak tahan makanan berlemak, nyeri pada bagian ulu hati yang akan hilang setelah mengkonsumsi makanan. Selain terbangun di malam hari karena nyeri yang dirasakan, rasa nyeri di ulu hati yang hilang setelah mengkonsumsi makanan merupakan gejala spesifik pada tukak lambung yang dapat mempermudah diagnosis. Tanda-tanda seperti anemia, anoreksia maupun penurunan berat badan yang terjadi menunjukkan adanya komplikasi atau terdapat suatu penyakit berbahaya yang membutuhkan tes endoskopi segera.

Gejala-gejala ulkus dapat hilang selama beberapa hari, minggu, atau beberapa bulan dan bahkan dapat hilang hanya sampai terlihat kembali, sering tanpa penyebab yang dapat diidentifikasi. Banyak individu mengalami gejala ulkus, dan 20-30% mengalami perforasi atau hemoragi yang tanpa adanya manifestasi yang mendahului.

1. Nyeri : biasanya pasien dengan ulkus mengeluh nyeri tumpul, seperti tertusuk atau sensasi terbakar di epigastrium tengah atau di punggung. Hal ini diyakini bahwa nyeri terjadi bila kandungan asam lambung dan duodenum meningkat menimbulkan erosi dan merangsang ujung saraf yang terpajan. Teori lain menunjukkan bahwa kontak lesi dengan asam merangsang mekanisme refleks local yang mamulai kontraksi otot halus sekitarnya. Nyeri biasanya hilang dengan makan, karena makan menetralisasi asam atau dengan menggunakan alkali, namun bila lambung telah kosong atau alkali tidak digunakan nyeri kembali timbul. Nyeri tekan lokal yang tajam dapat dihilangkan dengan memberikan tekanan lembut pada epigastrium atau sedikit di sebelah kanan garis tengah. Beberapa gejala menurun dengan memberikan tekanan local pada epigastrium.

2. Pirosis(nyeri uluhati) : beberapa pasien mengalami sensasi luka bakar pada esophagus dan lambung, yang naik ke mulut, kadang-kadang disertai eruktasi asam. Eruktasi atau sendawa umum terjadi bila lambung pasien kosong.

3. Muntah : meskipun jarang pada ulkus duodenal tak terkomplikasi, muntah dapat menjadi gejala ulkus peptikum. Hal ini dihubungkan dengan pembentukan jaringan parut atau pembengkakan akut dari membran mukosa yang mengalami inflamasi di sekitarnya pada ulkus akut. Muntah dapat terjadi atau tanpa didahului oleh mual, biasanya setelah nyeri berat yang dihilangkan dengan ejeksi kandungan asam lambung.

4. Konstipasi dan perdarahan : konstipasi dapat terjadi pada pasien ulkus, kemungkinan sebagai akibat dari diet dan obat-obatan. Pasien dapat juga datang dengan perdarahan gastrointestinal sebagian kecil pasien yang mengalami akibat ulkus akut sebelumnya tidak mengalami keluhan, tetapi mereka menunjukkan gejala setelahnya.

Pencegahan

Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan adanya nyeri, nyeri tekan epigastrik atau distensi abdominal. Bising usus mungkin tidak ada. Pemeriksaan dengan barium terhadap saluran GI atas dapat menunjukkan adanya ulkus, namun endoskopi adalah prosedur diagnostic pilihan. Endoskopi GI atas digunakan untuk mengidentifikasi perubahan inflamasi, ulkus dan lesi. Melalui endoskopi mukosa dapat secara langsung dilihat dan biopsy didapatkan. Endoskopi telah diketahui dapat mendeteksi beberapa lesi yang tidak terlihat melalui pemeriksaan sinar X karena ukuran atau lokasinya. Feces dapat diambil setiap hari sampai laporan laboratorium adalah negatif terhadap darah samar. Pemeriksaan sekretori lambung merupakan nilai yang menentukan dalam mendiagnosis aklorhidria(tidak terdapat asam hdroklorida dalam getah lambung) dan sindrom zollinger-ellison. Nyeri yang hilang dengan makanan atau antasida, dan tidak adanya nyeri yang timbul juga mengidentifikasikan adanya ulkus. Adanya H. Pylory dapat ditentukan dengan biopsy dan histology melalui kultur, meskipun hal ini merupakan tes laboratorium khusus. Ada juga tes pernafasan yang mendeteksi H. Pylori, serta tes serologis terhadap antibody pada antigen H. Pylori.

Pengobatan

Tujuan dari terapi tukak lambung adalah untuk mengurangi serta menetralkan asam lambung, menghilangkan faktor penyebab, meringankan atau menghilangkan nyeri epigastrik, mencegah kekambuhan, memperkuat sistem perlindungan mukosa, dan mencegah terjadinya komplikasi yang serius (hemoragi, perforasi, obstruksi). Sasaran dari terapi tukak lambung adalah faktor penyebab terjadinya tukak yaitu bakteri H. pylori dan asam lambung berlebih. Selain itu pertahanan mukosa juga menjadi sasaran terapi. Untuk mencapai tujuan terapi tersebut dapat dilakukan beberapa strategi dalam terapi, antara lain penggunaan obat untuk hipersekresi dan penetralan asam lambung, penggunaan obat yang memperkuat sistem perlindungan mukosa, penggunaan obat yang dapat mencegah senyawa pencetus dan faktor penyebab, penggunaan obat untuk menghilangkan nyeri epigastrik, penggunaan obat untuk mencegah kekambuhan dan penggunaan obat untuk mencegah komplikasi.

Terapi yang digunakan ada 2 cara, yaitu terapi nonfarmakologis dan farmakologis. Untuk terapi nonfarmakologis dengan cara mengurangi atau menghilangkan stress, berhenti merokok dan menggunakan obat NSAID, menghindari makanan pencetus tukak seperti makanan pedas, kafein, dan alkohol. Apabila terjadi komplikasi dilakukan operasi. Sedangkan terapi farmakologisnya dapat menggunakan beberapa golongan obat yaitu, golongan Pompa Proton Inhibitor (PPI), Antagonis Reseptor Histamin H2, Sucralfate, Antasida, Analog Prostaglandin. Selain itu, kombinasi dua antibiotik dengan PPI untuk eradikasi (pembasmian) H. pylori. Sesuai dengan judulnya, artikel ini akan membahas lebih lanjut mengenai obat golongan antasid. Sebelum lahirnya obat PPI dan Antagonis Reseptor Histamin H2, antasid digunakan untuk mengobati tukak lambung dan dispepsia (gangguan pencernaan). Hingga saat ini antasid masih digunakan untuk menghilangkan rasa panas dalam perut serta dispepsia. Antasid merupakan basa lemah yang bereaksi dengan asam lambung membentuk garam dan air. Selain menetralkan asam lambung, antasid juga meningkatkan pertahanan mukosa lambung dengan memicu produksi prostaglandin pada mukosa lambung. Obat antasid dapat digolongkan menjadi antasid dengan kandungan alumunium dan magnesium (alumunium hidroksida, magnesium hidroksida, trisilikat), antasid dengan kandungan natrium bikarbonat, antasid dengan kandungan bismuth dan kalsium. Simetikon ditambahkan pada antasid untuk meringankan rasa kembung.

Penanggulangan

Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan adanya nyeri, nyeri tekan epigastrik atau distensi abdominal. Bising usus mungkin tidak ada. Pemeriksaan dengan barium terhadap saluran GI atas dapat menunjukkan adanya ulkus, namun endoskopi adalah prosedur diagnostic pilihan. Endoskopi GI atas digunakan untuk mengidentifikasi perubahan inflamasi, ulkus dan lesi. Melalui endoskopi mukosa dapat secara langsung dilihat dan biopsy didapatkan. Endoskopi telah diketahui dapat mendeteksi beberapa lesi yang tidak terlihat melalui pemeriksaan sinar X karena ukuran atau lokasinya. Feces dapat diambil setiap hari sampai laporan laboratorium adalah negatif terhadap darah samar. Pemeriksaan sekretori lambung merupakan nilai yang menentukan dalam mendiagnosis aklorhidria(tidak terdapat asam hdroklorida dalam getah lambung) dan sindrom zollinger-ellison. Nyeri yang hilang dengan makanan atau antasida, dan tidak adanya nyeri yang timbul juga mengidentifikasikan adanya ulkus. Adanya H. Pylory dapat ditentukan dengan biopsy dan histology melalui kultur, meskipun hal ini merupakan tes laboratorium khusus. Ada juga tes pernafasan yang mendeteksi H. Pylori, serta tes serologis terhadap antibody pada antigen H. Pylori.

Diet yang Dianjurkan

Diet yang dianjurkan untuk diberikan kepada penderita penyakit tukak lambung adalah diet lambung. Tujuan diet untuk penderita penyakit tukak lambung adalahm memberikan makanan dan cairan secukupnya yang tidak memberatkan lambung serta mencegah dan menetralkan sekresi asam lambung yang berlebihan (Almatsier 2004).

Syarat diet untuk penderita penyakit tukak lambung adalah:

1. Mudah cerna, porsi kecil, dan sering diberikan.

2. Energi dan protein cukup, sesuai kemampuan pasien untuk menerimanya.

3. Lemak rendah, yaitu 10-15% dari kebutuhan energi total yang ditingkatkan secara bertahap hingga sesuai dengan kebutuhan.

4. Rendah serat, terutama serat tidak larut air yang ditingkatkan secara bertahap.

5. Cairan cukup, terutama bila ada muntah.

6. Tidak mengandung bahan makanan atau bumbu yang tajam, baik secara termis, mekanis, maupun kimia.

7. Laktosa rendah bila ada gejala intoleransi laktosa; umumnya tidak dianjurkan minum susu terlalu banyak.

8. Makanan secara perlahan di lingkungan yang tenang.

9. Pada fase akut dapat diberikan makanan parenteral saja selama 24-48 jam untuk memberi istirahat pada lambung.

Jenis diet yang diberikan tergantung berat ringannya penyakit, kepada penderita tukak lambung diberikan Diet Lambung I, Diet lambung II atau Diet Lambung III. Diet Lambung I diberikan kepada penderita tukak lambung. Makanan diberikan dalam bentuk saring, setiap 3 jam. Diet ini hanya diberikan selama 1-2 hari saja. Diet Lambung II diberikan kepada pasien tukak lambung atau sebagai perpindahan dari Diet Lambung I. Makanan berbentuk lunak, porsi kecil serta diberikan berupa 3 kali makanan lengkap dan 2-3 kali makanan selingan. Makanan ini cukup energi, protein, vitamin C tetapi kurang tiamin.Diet Lambung III diberikan kepada pasien tukak lambung atau perpindahan dari Diet Lambung II yang hampir sembuh. Makanan berbentuk lunak atau biasa bergantung pada toleransi pasien. Makanan ini cukup energi dan zat gizi lainnya (Almatsier 2004). Berikut merupakan bahan makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan pada Diet lambung III.

Tabel 1. Bahan Makanan yang Dianjurkan dan tidak dianjurkan

Bahan makanan

Dianjurkan

Tidak dianjurkan

Sumber karbohidrat

Sumber protein hewani

Sumber protein nabati

Sayuran

Buah-buahan

Lemak

Bumbu

Minuman

Beras (ditim atau nasi lunak), kentang (direbus atau dipure), makroni, mi, misoa (direbus), roti (dipanggang), biskuit, tepung2an (dibubur atau dibuat pudding)

Daging sapi empuk, ikan, ayam, unggas tidak berlemak (direbus atau disemur). Telur (didadar, direbus, diceplok air, diorak-arik, dicampur dalam makanan. Susu

Tempe dan tahu (direbus, dikukus, ditumis), kacang hijau (direbus)

Sayuran tidak byk serat dan gas (dimasak) spt: bayam, kacang panjang muda, buncis muda, oyong muda (dikupas, labu siam (direbus dgn santan atau ditumis)

Pepaya, pisang, sawo, jeruk manis, sari buah, buah dalam kaleng

Mentega, margarin, minyak goreng untuk menumis, santan encer

Dalam jumlah terbatas: bumbu dapur, pala, kayu manis, asam, gula, garam, salam, lengkuas

Sirop, teh encer, jus sayuran dan jus buah, air putih masak, coklat, susu

Beras ketan, beras merah, roti whole wheat, ubi, singkong, tales, cantle, jagung, bulgur, kentang goreng

Daging, ikan dan ayam berlemak dan berurat byk (diasap dan digoreng)

Tempe atau tahu (digoreng), kacang merah, kacang tolo, kacang tanah

Sayuran mentah, sayuran byk serat dan gas, serta sayuran yang diawetkan

Buah-buahan yang byk serat dan menimbulkan gas spt: jambu biji, nenas, nangka masak dan durian. Buah lain dalam keadaan utuh kecuali pisang, buah kering

Lemak hewan dan santan kental

Cabe, merica, cuka dan bumbu-bumbu lain yang merangsang

Minuman yang mengandung alkohol dan soda, kopi dan es krim

(Almatsier 2004)

DAFTAR PUSTAKA

MML. 2005l Tukak lambung bukan disebabkan stres dan makanan pedas. www.kalbe.co.id. [7 Mei 2009].

Pearce, Evelyn C. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT. Gramedia.

Almatsier. Sunita. 2004. Penuntun Diet. Jakarta: PT. Gramedia.

Guyton, Arthur. 1996. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran.


Bulimia Nervosa

Bulimia Nervosa adalah gangguan makan yang ditandai dengan binge eating (makan yang banyak) namun kemudian dikeluarkan melalui misalnya muntah, puasa, olahraga berlebihan dan menggunakan laxative (FKM-UI 2007). Bulimia Nervosa adalah gangguan makan yang ditandai denan episode binge eating disertai tingkah laku untuk menurunkan berat badan seperti merangsang muntah, gerak berlebihan puasa berkepanjangan, penyalagunaan laksan dan diuretic. Kata bulimia berasal dari bahasa latin yang artinya lembu kelaparan. Bulimia Nervosa baru dikenal sebagai gangguan tersendiri sejak tahun 1970-an, meskipun sudah diuraikan pada deskripsi Gull tahun 1874. Pada tahun 1979, Russel melaporkan bahwa Bulimia Nervosa dengan Anoreksia Nervosa. Pada Bulimia Nervosa badan yang kurus bukan disebabkan karena anoreksia dan bahkan beberapa individu mempunyai berat badan yang normal. Para penderita bulimia biasanya menyadari bahwa pola makannya abnormal.


Bulimia Nervosa biasanya terjadi pada masa remaja akhir atau dewasa muda, namun mempunyai rentang umur yang lebar yaitu antara 13-58 tahun. Sekitar 90-95% Bulimia Nervosa mengenai kelompok masyarakat dengan status social ekonomi tinggi, namun belakangan dilaporkan dapat mengenai semua kelompok masyarakat.


Penderita Bulimia Nervosa makan dalam jumlah sangat berlebihan ( menurut riset, rata-rata penderita Bulimia Nervosa mengkonsumsi 3400 kalori setiap satu seperempat jam padahal kebutuhan konsumsi orang normal hanya 2000-3000 kalori per hari). Kemudian berusaha keras mengeluarkan kembali apa yang telah dimakannya, dengan cara memuntahkannya kembali atau dengan menggunakan obat pencahar . Di antara kegiatan makan yang berlebiban itu biasanya mereka berolah raga secara berlebiban. Biasanya penderita tidak langsung ketahuan oleh orang lain bahwa ia menderita penyakit ini, karena berat badannya normal dan tidak terlalu kurus. Karena tidak ketahuan sehingga tidak ditangani dokter, penyakit yang seringkali berawal ketika seseorang masih berusia remaja ini dapat berlangsung terus sampai ia berusia empat puluhan sebelum ia mencari bantuan. Banyak penderita bulimia memiliki berat badan yang normal dan kelihatannya tidak ada masalah yang berarti dalam hidupnya.
Seseorang dikatakan mengalami bulimia nervosa apabila ia mengalami semua tanda berikut ini (Sidenfeld 2001)

Diagnosis

Kriteria diagnosis Bulimia Nervosa menurut DSM-IV adalah sebagai berikut:

1. Epidode binge eating berulang. Episode binge eating ditandai dengan 2 hal berikut:

a. Makan dengan periode waktu tertentu (misalnya setiap 2 jam sekali) dengan porsi yang banyak melebihi biasanya

b. Perasaan tidak mampu mengontrol kelebihan makan selama episode binge (misalnya perasaan tidak mampu menghentikan makan atau seberapa banyak harus makan)

2. Pengulangan tingkah laku untuk menurunkan berat badan seperti membuat muntah, penyalahan laksan, diuretik, atau enema, puasa atau latihan berlebihan.

3. Episode binge atau tingkah laku menurunkan berat badan minimal 2 kali seminggu selama 3 bulan.

4. Evaluasi diri sangat dipengaruhi oleh bentuk dan berat badan.

5. Gangguan tidak terjadi selama episode Anoreksi Nervosa

Bulimia Nervosa dibagi menjadi 2 tipe yaitu:

a. Purging : mencoba memuntahkan kembali apa yang telah dimakan atau menggunakan obat pencahar, diuretik dan suntikan.

b. Non-purging : melakukan kebiasaan menjaga barat badan dengan berpuasa atau berolah raga terlalu berat, tetapi tidak selalu memuntahkan kembali apa yang telah dimakan.

Penyebab

Penyebab Bulimia nevosa dapat dijelaskan dengan pendektan beberapa jenis model yaitu :

1. Model adikasi

Bulimia Nervosa diyakini sebagai adiksi terhadap makanan dan tingkah laku. Hal ini berhubungan dengan pengobatan Bulimia Nervosa yang menekan kan pada penghentian, dukungan sosial dan mencegah kekambuhan, dimana metode ini mirip dengan pengobatan adiksi terhadap alcohol maupun obat-obatan.

2. Model keluarga

Gangguan makan pada remaja berhubungan dengan system interaksi antara keluarga. Oleh karena itu fokus pengobatan penderita Bulimia Nervosa adalah disfungsi interaksi dalam keluarga. Penderita Bulimia Nervosa pada umumnya memiliki riwayat kekerasan fisik maupun seksual semasa kanak-kanak.

3. Model sosial budaya

Publikasi media tentang hubungan antara tubuh yang langsing dengan karier yang sukses telah merangsang para remaja untuk melakukan diet supaya tubuhnya menjadi langsing. Banyak remaja yang gagal mencapai keaadaan ini dan akhirnya menjadi penderita Bulimia Nervosa.

4. Model kognitif dan tingkah laku

Bulimia Nervosa merupakan implementasi tingkah laku yang irasional tentang bentuk tubuh, berat badan, diet dan kepercayaan diri.fokus pengobatan adalah mengidentifikasi disfungsi ini dan membantu menumbuhkan keyakinan yang rasional. Penderita diberikan jadwal makan yang jelas dan teratur.

5. Model psikodinamik

Bulimia Nervosa merupakan usaha untuk mengendalikan atau menghindari dampak perasaan yang tertekan, implusif dan kecemasan. Pengobatan psikodinamik adalah mencari proses yang mendasari penderita Bulimia Nervosa terutama gambaran psikososialnya.

Manifestasi Klinis
Bulimia Nervosa beberapa cirri khas yaitu binge eating, purging, dan body image disertai dengan gangguan psikologis berupa depresi (Soetjiningsih 2007).

Binge Eating

Binge eating artinya mengkonsumsi makanan yang banyak dalam periode waktu yang singkat. Pada saat episode binge terjadi kehilangan kendali terhadap makanan. Penderita bulimia nervosa dapat mengkonsumsi makanan sekitar 3000-7000 kkal per episode binge. Epidode binge sering timbul pada waktu yang sama setiap hari atau timbul sebagai akibat rangsangan emosional seperti depresi, jemu atau marah dan kemudian diikuti oleh periode puasa berkepanjangan.

Purging

Penderita Bulimia Nervosa menempuh beberapa cara menolak dampak dari makanan yang berlebihan. Paling sering adalah dengan cara memuntahkan makanan dengan jalan merangsang faring atau secara spontan atau dengan menghgunakan sirup ipecac. Disamping itu, cara lainnya adalah menggunakan laksan, diuretic dan enema serta dengan jalan melakukan latihan fisik yang berlebihan.

Body Image

Penderita Bulimia Nervosa memiliki persepsi yang keliru tentang berat badan dan bentuk tubuhnya. Mereka merasa kelebihan berat badan atau gemuk, meskipun pada kenyataannya berat badannya dalam batas normal. Persepsi yang keliru ini menyebabkan penderita Bulimia Nervosa berusaha menurunkan berat badannya. Sebaliknya pada saat tertentu terjadi kehilangan control terhadap pembatasan makan, sehingga timbuk episode binge eating.

Depresi

Gejala psikologis penderita Bulimia Nervosa adalah depresi. Pengalaman episode binge eating da purging menimbulkan rasa bersalah, penyesalan yang dalam, dan perasaa malu. Sebaliknya keadaan depresi juga menyebabkan timbulnya gangguan makan dan episode binge.

Gejala dan Tanda Klinis

Gejala-gejala dan tanda klinis Bulimia Nervosa adalah sebagai berikut:

1. Gejala-gejala Bulimia Nervosa:

a. Rasa lelah dan lemah.

b. Pembengkakan pada tangan dan kaki

c. Sakit kepala

d. Perut teras penuh

e. Mual-mual

f. Haid tidak teratur

g. Kram otot

h. Nyeri dada dan ras terbakar

i. Rambut rontok

j. Mudah mengalami perdarahan (karena hipokalemia atau disfungsi platelet)

k. Diare berdarah (pada penyalahgunaan laksan)

2. Tanda-tanda lain dari Bulimia Nervosa

a. Perubahan kulit: terutama bagian dorsum jari berhubungan dengan penggunaan jari untuk membuat muntah meliputi hiperpigmentasi, kalus atau luka parut.

b. Pembesaran kelenjar ludah, terutama kelenjar parotis bilateral tanpa nyeri

c. Erosi email gigi (perimolisis), biasanya pada permukaan gigi bagian lingual, palatal dan posterior.

Pencegahan

Pencegahan terjadinya Bulimia Nevosa terdiri atas dua bagian:

1. Program pencegahan primer

Penceghan ini langsung ditujukan pada populasi berisiko tinggi seperti murid wanita SMP untuk mencegah timbulnya gangguan makan pada mereka yang asimtomatik. Pencegahan yang dilakukan dapat berupa program pendidikan mengenai sikap dan prilaku terhadap remaja.

2. Program pencegahan sekunder

Pencegahan ini bertujuan untuk deteksi dan intervensi dini, dengan memberikan pendidikan pada petugas kesehatan di pusat pelayanan kesehatan primer.

Selain diatas untuk mencegah terjadinya gangguan makan berupa Bulimia Nervosa dapat juga dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya:

1. Rajin berkonsultasi dengan dokter

2. Tingkatkan rasa percaya diri

3. Tingkatkan dinamika lingkungan. Usahakan agar tercipta suasana yang nyaman dan kondusif di lingkungan keluarga atau pekerjaan.

4. Bersikap realistis. Jangan mudah percaya pada apa yang digambarkan oleh media tentang berat dan bentuk badan ideal.

Pengobatan

Sebagian besar penderita bulimia dapat diobati tanpa harus masuk ke rumah sakit, kecuali jika telah terjadi komplikasi fisik yang berat. Pengobatan di rumah sakit biasanya dilakukan jika telah terjadi gangguan elektrolit dan kekurangan cairan. Asupan zat gizi yang diberikan per infus juga dapat diberikan selama perawatan.

Pengobatan dini sangat penting, karena semakin lama kebiasaan ini akan semakin melekat dan sulit untuk diubah. Penderita bulimia yang diobati saat gangguan ini mulai timbul mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk sembuh sempurna dibanding penderita yang mulai berobat setelah bertahun-tahun menderita bulimia.

Terdapat 2 pendekatan yang dilakukan untuk mengobati bulimia:

1. Terapi psikis

Terapi bulimia biasanya meliputi konseling dan terapi tingkah laku. Sebagian besar gangguan makan permasalahannya bukanlah pada makanan itu sendiri, tetapi pada kepercayaan diri dan persepsi diri. Terapi akan efektif jika ditujukan pada penyebabnya, bukan pada gangguan makannya. Terapi individu, dikombinasikan dengan terapi kelompok dan terapi keluarga seringkali sangat membantu. Terapi kelompok adalah terapi dimana penderita penyakit yang sama saling membagi pengalaman mereka. Terapi konseling seringkali harus dikombinasikan dengan obat antidepresan.

2. Obat-obatan.

Untuk penderita bulimia umumnya diberikan obat-obatan jenis antidepresan bersama dengan pengobatan psikoterapi. Obat yang diberikan umumnya dari jenis trisiklik seperti imipramine (dengan merek dagang Tofranil) dan desipramine hydrochloride (Norpramin); atau jenis selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) seperti fluoxetine (Antiprestin, Courage, Kalxetin, Nopres, dan Prozac), sertraline (Zoloft), dan paroxetine (Seroxat).


Penanggulangan

Penanggulangan penderita Bulimia Nervosa memerlukan pendekatan psikologis maupun farmakologis. Pendekatan psikologis secara individual, keluarga maupun berkelompok yang dikombinasikan dengan pendekatan farmakologis memberikan kesembuhan yang baik.

Menurut Kaplan (1992), terapi bulimia nervosa terdiri dari berbagai intervensi, termasuk psikoterapi individual dengan pandekatan kognitif perilaku, terapi kelompok, terapi keluarga dan farmakoterapi.

1. Terapi nutrisi

Ahli gizi dapat mengatur jadwal makan, memberikan penjelasan mengenai tujuan terapi nutrisi, pentingnya diet sehat dan akibat buruk dari pola makan yang salah terhadap kesehatan.

2. Konseling

Terapi ini untuk membantu pasien yang depresi, terganggu secara emosional, atau adanya faktor sosial sehingga mendorong terjadinya gangguan makan. Terapi dilaksanakan agar pasien mampu mengeluarkan perasaan dan permasalahannya sehingga terapis dapat membantu penderita menghadapi perubahan hidup dan memperkuat rasa percaya diri.

3. Psikoterapi

Umumnya dokter melakukan terapi kognitif, yang bertujuan merubah persepsi dan cara berpikir pasien mengenai tubuhnya. Dokter mendorong pasien untuk berpikir secara benar terhadap dirinya sehingga menjadi lebih obyektif melihat suatu masalah, dan menghilangkan sikap serta reaksi yang salah terhadap makanan.

3. Farmakoterapi.
Antidepresan, termasuk tetrasiklik (Tofranil), serotonin spesipik re–uptake inhibitor (SSRI) yaitu fluoksetin (prozac) dan penghambat monoamin oksidase (MAOI) yaitu fenelzin (Nardil) bermanfaat untuk mengobati depresi pada bulimia nervosa. Semua obat itu digunakan sebagai bagian dari suatu program terapi yang menyeluruh dengan psikotherapi. Khusus bagi pasien dengan cemas dan agitasi dapat diberikan lorazepam (Ativan) 1-2 mg per oral atau IM.

Prinsip penatalaksanaan Bulimia nervosa adalah:

1. Fokus utama pengobatan adalah menurunkan pola makan ala bulimik

2. Hindari makanan yang merangsang pola makan binge seperti es krim

3. Obati depresi yang niasanya menyertai bulimia

4. Libatkan para remaja dalam psikoterapi individu dengan atau tanpa melibatkan keluarga

5. Latihan olahraga yang ringan samapi sedang diberikan obat antidepresan

6. Terapi kelompok sangat membantu penyembuhan

7. Bila penderita menggunakan diuretik, berikan diet rendah garam karena terjadi retensi cairan bila diuretik dihentikan

8. Konsultasi ke dokter gigi untuk menangani kerusakan pada gigi

Diet yang dianjurkan

Pengaturan diet untuk penderita Bulimia Nervosa dilakukan secara bertahap tergantung tingkat keparahan serta ada tidaknya komplikasi dengan penyakit penyerta. Kebutuhan energi disesuaikan dengan umur dan jenis kelamin, dihitung berdasarkan berat badan ideal, bukan berat badan yang sebenarnya. Selain dengan pengaturan makan yang sehat dan berimbang diperlukan juga olahraga secara tepat dan teratur. Olahraga yang teratur dapat menormalkan kembali kerja kelenjar yang abnormal sehingga akan diperoleh kadar serotonin yang sesuai dengan kebutuhan penderita.

DAFTAR PUSTAKA

Desmawita, 2002, Pola Konsumsi, Status Gizi dan Status Anemia Pada Remaja Putra dan Putri [Skripsi], Bogor, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

FKM-UI, 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Kaplan H. I, Saddock B. J, Grabb J. A. 1997. Sinopsis Psikiatri, Edisi Tujuh, Jilid 2. Jakarta: Penerbit Binarupa Aksara.

Mu’tadin, Zainun, Spsi. 2009, Mengenal Kecerdasan Emosional Remaja, http://forum.detik.com/showthread.php?t=11017 [20 Mei 2009].

Sidenfeld, M.K. and Ricket. 2001. Impact of Anorexia, bulimia and obesity on the gynecologic of adolescent. Mount sinai adolescent health. New York.

Soetjiningsih. 2007. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta : CV. Sagung Seto.